Senin, 21 Juli 2008

Puisi "Nanoq da Kansas" Untuk Arjuna


Sabtu, 19 Juli 2008

TekaTeki

Jumat, 11 Juli 2008

Heran!

selama hati ini diam tentu saja tetap dikibuli oleh nurani. Kenapa?, jelas karena keadaan hati yang serba galau, bagaimana seringnya kita salah menentukan salah benar dalam pilihan itu, segalanya kosong tiada arti!.
Kadang-kadang setelah hasil pilgub 9 Juli lalu kami menangis mendesis-desis, demikian perkasa dan menyeramkan hasil Pemilihan langsung ini. Akan tetapi hanya sampai di situ saja batas untuk menyelami arti pilihan rakyat Bali yang bergelayut pada arti sebuah kemenangan aneh itu.
Bahkan beberapa hari yang lalu kami sempat bergerombol ngobrolin hasil Pilgub Bali akan tetapi, tetap kami belum mengerti arti pilihan rakyat bali. Ya.... mengenai penolakan mereka tentang keberadaan seorang calon pemimpin asal Jembrana yang sudah terbukti dan mampu mensejahterakan masyarakatnya itu kok ngak di percaya memimpin Bali. Kok, sebagian besar masyarakat Bali sebagian besar masih kurang perduli dengan kualitas pemimpin sekaliber Prof. Winasa itu?.
Arjuna tidak berminat untuk menyelami artinya lebih mendalam. Akan tetapi sekarang, pada saat Arjuna termenung, artinya meresap dalam kalbu, perlahan Arjuna ngerti sepenuhnya isi pilihan rakyat Bali, khususnya masyarakat di luar Jembrana itu. Tentu saja jawabannya adalah pentingnya posisi "Parpol", atau semboyan aneh yang disebut "ajeg Bali" yang Penuh segala kemungkinan rahasia. disinilah cermin batin setiap manusia Bali dalam mengekspresikan arah politiknya! hal ini tentu menjawab laku politik di Bali yang masih tetap kental dengan sosok dua jawaban itu.
Memang ada gerakan tidak puas tiada hentinya dalam masyarakat Jembrana. Kadang-kadang selama ini kami sudah melihat betapa banyaknya manusia melakukan kesalahan-kesalahan yang disadarinya, memiliki jawaban pembenarannya masing-masing, tentu saja mereka berusaha membenarkan segala pilihannya bahwa itulah yang terbaik. Tapi bagi kami sebagai rakyat Jembrana, mengukuhkan dan membenarkan pilihannya kepada seorang sosok sekaliber Prof. Winasa yang memimpin Jembrana yang semata-mata memang untuk mensejahterakan rakyatnya, sudah passss buanget!!!.

Kamis, 03 Juli 2008

Kanahaya Elang Semesta

Nanoq da Kansas teman bapakku merasa amat gembira dan berbahagia dengan kenyataan bahwa mbak Nur istrinya mulai mengandung! Dan sembilan bulan kemudian terbuktilah harapan kami dengan lahirnya seorang anak laki-laki yang sehat dan mungil!
Anak laki-laki itu mereka beri nama Kanahaya Elang Semesta. Tentu saja suami isteri yang dikenal sangat baik itu merasa amat berbahagia dan mereka merawat Elang penuh kasih sayang.
Dalam Boxs itu, terlelap seorang bayi mungil dan ditatap mesra dari seorang ayah tercinta, dan menurut kami Elang telah menunjukkan bahwa dia seorang bayi amat cerdik dan santun di samping memiliki wajah yang sangat tampan sekali. Dengan adanya Elang, Bli Noq/Mbak Nur merasa terhibur dan agaknya mereka sudah tidak membutuhkan apa-apa lagi, sudah cukup berbahagia hidup bertiga di dusun Moding, mempunyai para tetangga orang-orang dusun yang amat jujur dan bersahaja hidupnya, hidup sehat dekat dengan alam, Selamat ya... kami keluarga kecil Pak De,A Yogantara ikut bersenandung merdu dan gembira telah lahirnya seorang anak yang soleha...

Rabu, 02 Juli 2008

Keluarga kecil itu sendiri tenang, sama sekali bergerak stagnan, tidak ada keributan, seperti sebuah cermin besar yang menampung segala keindahan di sekelilingnya, dan anugerah sendiri langsung terjun ke dalam keharmonisan, mulai menentramkan mata. Keluargaku membentuk kehidupan asyik diibaratkan memanjang di atas permukaan air kehidupan ini.

Kehadiran tiga buah hati yang bersahaja bertambah riuh gembira. Tiga anak putih polos dan bergairah berkejaran di atas rumput dekat rumah kami, semacam angan dan harapan yang agaknya bercumbuan di pagi hari itu, menyambut keindahan pagi dengan pernyataan cinta kasih keluarga yang tiba-tiba mendesak di seluruh syaraf dan perasaan dimasing -masing lubuk hati . Dengan kasih sayang indah dan ringan, Arjuna hinggap di atas punggung orang tuaku dan bergelayut manja, dan seolah-olah kami tidak boleh dipisahkan selalu penuh erat rekat kayax lem sakti. Foto bareng yukkk ama keluarga!!

Selasa, 01 Juli 2008

Pangkung Gayung

Sungai itu amat luas sekali, dari tepinya tampak seolah-olah bebatuan bertengger angkuh dan kokoh dengan persawahan di sebelahnya yang kelihatan subur penuh dengan sisipan pohon-pohon lebat. Sungai di dusun Pangkung Gayung itu dikelilingi bebukitan yang kaya akan hutan sehingga merupakan cermin besar yang menampung bayangan pohon-pohon di dalamnya, membuat air kali kembar itu kadang-kadang kelihatan hijau jernih. Di waktu matahari naik tinggi, jika kita memandang ke sungai itu, seolah-olah kita berhadapan dengan sebuah dunia ajaib di mana segala-galanya nampak terbalik, dan pohon-pohon gunung-gunung, bahkan langitpun ditelannya! Amat indah pemandangan di sekitar sungai, indah tenteram, penuh suasana damai, sunyi-senyap dan tenang. Sepantasnya tempat seperti itu menjadi contoh penggambaran lingkungan hidup yang didambakan umat manusia jaman sekarang.

Akan tetapi tidak demikianlah kenyataannya. Keadaan di situ amat sunyi senyap karena memang orang-orang, para penghuni dusun-dusun di sekitar daerah itu, terlena mengeluti pekerjaanya di ladang-ladang. Bagi para petani sungai ini merupakan sumber nafkah bagi ratusan orang penghuni di sekitar daerah dusun Pangkung Gayung itu.

Saat itu bersama keluarga kami mendaki bebukitan di dusun tersebut, disamping menghadiri undangan upacara adat, kami juga sepakat untuk bersantai ria dan menikmati sinar matahai pagi yang baru timbul menyinarkan cahaya keemasannya. Pagi itu, sinar mentari belum menyilaukan pandangan mata dan daun-daun muda di puncak pohon-pohon bermandikan cahaya keemasan, membuat puncak-puncak pohon menjadi berkilauan penuh seri bahagia, penuh nikmat hidup. Sebagian dari cahaya yang terlampau banyak sehingga tidak tertampung oleh daun-daun di puncak pohon, menerobos melalui celah-celah pohon, melalui ranting dan dahan, membentuk sinar-sinar keputihan dengan garis-garis lurus penuh kekuatan dan daya cipta, sempat menyentuh rumput dan lumut yang tumbuh di bawah pohon-pohon yang lebat daunnya itu.

Bukanlah berarti bahwa Arjuna harus menolak kesenangan seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang tinggal di puncak gunung, seperti di puncak bukit dusun Pangkung Gayung (sebuah bukit di desa B.B Agung kabupaten Jembrana). masyarakat di sini jus­tru mencari kesenangan dengan cara lain, yaitu menyadari sepenuhnya keagungan alam yang tetap melimpah ataupun dengan memberi kesenangan lahiriah seperti menikmati langkah-langkah kaki tapakannya, mereka sadar, mendaki setiap tanjakan bukit sebagai sarana untuk meyehatkan tubuh mereka adalah kesejatian kehidupannya,yang kerap menyanjung akan kesejatian hidup ini. Kondisi Alam seperti inilah yang kerap Arjuna dambakan sampai kapanpun, salam!